Kamis, 27 November 2014

Peradaban dari Meja Makan

sumber gambar oleh google
                                              


siang ini aku mendapat sebuah pesan singkat dari seorang wali murid privatku, "ka Dian, bagaimana perkembangan ka Dascha? sore ini bisa mengajarkah ka? terima kasih". begitulah bunyi pesan singkat itu. kujawab sejurus kemudian," in syaa Allah bisa tante, perkembangan ka Dascha masih diseputar ketelitian yang masih kurang tante". begitulah percakapan singkatku dengan seorang ibu yang sangat  care terhadap anaknya , menurutku.


Tepat jam 5 sore aku tiba dilokasi tempat aku biasa mengajar Metematika untuk muridku, Dascha. "langsung keatas aja ya ka". perintah ibunya Dascha. "baik tante", jawabku singkat. tak berapa lama datanglah objek yang akan kuajari tersebut, Dascha. "ka, tugas matematikaku hari ini kata guru ga diselesaikan gapapa loh" Dascha mulai membuka obrolan denganku. seperti biasa, sebelum kami memulai belajar Dascha suka menceritakan hal-hal yang dilaluinya hari itu kepadaku dan dengan sabar aku mendengarnya. Dascha sungguh sudah kuanggap adikku sendiri, sehingga sering kali aku mengajarnya melampui waktu yang seharusnya alias suka kulebihkan jam belajarnya sampai dia benar-banar ingin menyudahinya tanpa aku kenakan biaya tambahan untuk kelebihan waktu yang kuluangkan dan kerap kali aku memberinya hadiah-hadiah kecil untuk memotivasinya agar lebih giat belajar. 

Ditengah-tengah proses mengajar, tiba-tiba Dascha mengucapkan kalimat yang menarik dan menyentuh relung hatiku yang terdalam dan memaksaku merenung tentang arti sebuah keluarga. "hmm enak yah ka keluarga orang jepang, kalau makan suka bareng di meja makan", gumam Dascha kepadaku, "emang kalau selama ini ka Dascha sama mama dan papa gimana?" balasku. "ga semeja makan ka, aku makan dimana, papa makan diluar, mama makan dimana" jawabnya lagi sedikit mengeluh. "emang ka Dascha maunya gimana?" pancingku ingin tau. "ya maunya semeja makan ka, kayak orang jepang, kan enak tuh" lanjut Dascha sumringah membayangkan.

Dunia anak sungguh sangat berwarna dan sederhana, bahwa ternyata kebahagian bagi mereka tidak melulu banyaknya mainan yang diberikan, fasilitas pendidikan yang lengkap, Gadget baru yang menghiasi komunikasi antara kita ataupun barang-barang mewah lainnya, bukan! tapi cukup sederhana dan semanis madu: berkumpul dengan keluarga; Ayah, ibu, dan sodara-sodaranya disatu meja makan lalu bercakap-cakap tentang banyak hal ---sederhana-- dan mungkin tanpa kita sadari atau kita kurang tahu, bahwa ternyata ada banyaaaak generasi hebat diluar sana, kokoh dalam kepribadian dan karakternya itu dimulai dari percakapan kecil dimeja makan, yup... di meja makan, inteam dengan orangtua dan anak-anaknya. sebut saja Anis Baswedan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode pemerintahan tahun ini, dalam sebuah buku yang pernah saya baca mengenai beliau, bahwa ternyata ada tradisi dalam keluarganya yang sungguh sederhana namun efeknya luar biasa hingga menjadikannya pribadi yang memiliki kecerdasan dan karakter kuat seperti sekarang ini, yakni beliau dan keluarganya senang berdiskusi atau bercakap-cakap ketika sedang makan bersama disatu meja makan. 

Meja makan, frase sederhana dan terlihat sepele ini ternyata didalamnya memiliki kehebatan dan keajaiban melebihi kantong ajaib yang dimiliki oleh Doraemon, yaaah....dari sini mugkin akan ada banyak ide atau celoteh-celoteh sikecil yang mungkin akan memberi gambaran kepada kita orangtua tentang banyak hal: mulai dari perasaan, keinginan, cita-cita atau pertanyaan ajaib dari lisan anak kita yang dapat membuat kita berfikir dan merenung lebih bijak lagi tentang sebuah arti hidup lebih dalam lagi tentang arti sebuah keluarga, yang mungkin selama ini kita luput dari hakikat sesungguhnya. selain itu kita juga dapat mentransfer nilai-nilai luhur dalam kegiatan sederhana ini. karena saya yakin sebuah peradaban yang tinggi dimulai dari ruang kotak kecil (rumah) bernama: Keluarga.



Depok, 28 November 2014
kala dhuha menyapa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar